jejakhadist.com
jejakhadist.com

Bagaimana Hukum Hadist dari perawi yang suka berbuat maksiat?

Orang yang suka melakukan maksiat disebut fasiq. Dalam ilmu musthalah diantara syarat perawi yang berkulitas adalah selamat dari  sebab-sebab kefasikan. Kefasikan yang dimaksud adalah perawi  yang melakukan dosa besar seperti; berzina, berjudi, minum khamar,  ataupun melakukan dosa kecil secara terus menerus.

Ulama hadist sepakat apabila perawi hadist melakukan dosa besar atau konsisten melakukan dosa kecil dan ia tidak bertaubat darinya, maka hadist yang disampaikan tertolak, karena dikhawatirkan ia akan berbohong atas hadist Rasulullah saw, tetapi jika ia bertaubat atas maksiatnya maka hadistnya dapat diterima.

Menurut Sebagian ulama berpendapat bahwa perawi fasiq, jika menyampaikan hadist maka hadistnya tidak serta merta ditolak, namun diteliti dan ditabayyunkan dulu, jika kabarnya benar maka diterima, jika berbohong maka ditolak.

Alasannya adalah karena tidak semua pelaku maksiat suka berbohong, bisa jadi apa yang disampaikan benar dan jujur. Pendapat ini dikuatkan juga dari perintah Allah dalam surat Al-Hujrat ayat: 6, yang mana kabar dari orang fasik tidak boleh langsung ditolak, sampai ada bukti yang mendukung kebohongannya.

Menurut penulis pendapat ini kurang tepat, karena 2 alasan:

Pertama: Perkara menyampaikan hadist sesuatu yang agung di dalam syari’at, karena menyampaikan tentang halal dan haram dalam agama, sehingga ulama hadis bersepakat bahwa orang yang berhak menyampaikan hadist adalah orang yang punya tingkat keimanan dan amanah yang kuat (‘Adalah).

Adapun kefasikan ia merusak keimanan dan amanah seseorang, orang yang rusak iman dan amanahnya maka tidak boleh menyebarkan hadist rasulullah saw, karena hadist adalah agama, dan agama adalah amanah.

Imam Ibnul ‘Arabi berkata:

“من ثبت فسقه، بطل قوله في الأخبار إجماعاً، لأن الخبر أمانة، و الفسق قرينة تبطلها”.

“Kesepakatan ulama orang fasik ditolak hadistnya, karena hadist adalah amanah, dan kefasikan merusak amanah pelakunya.”

Kedua: Perintah dalam surat Al-Hujrat berkaitan dengan informasi atau berita yang tidak berhubungan dengan perkara halal dan haram. Artinya kabar yang disampaikan orang fasiq; fulan meninggal, atau fulan berzina, maka kabarnya tidak langsung ditolak dan tidak langsung diterima sampai adanya kejelasan berupa bukti atau saksi.

Menurut penulis menyampaikan hadist rasulullah saw memiliki selektifitas yang lebih ketat. karena hadist rasulullah diposisi landasan utama dalam Islam, karena itu perawi fasiq jika ia menyampaikan hadist,  Bahkan walaupun apa yang disampaikan  benar dan jujur hukumnya tetap tertolak, karena orang fasiq tidak memiliki ‘Adalah, sedangkan syarat perawi hadist harus ‘adalah yaitu memiliki ketaatan dan keimanan yang teruji. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hibban dalam Kitab Majruhin.

Kemudian jika diamati, perintah dalam surat Al-Hujrat  adalah anjuran untuk meng-kroscek ulang kabar yang disampaikan, kalau yang disampaikan kebenaran maka kabarnya diterima karena adanya bukti, bukan karena kita bersandar atas apa yang disampaikan. Karena itu secara tidak langsung ayat ini sendiri menunjukkan, pada dasarnya riwayat hadist harus disampaikan dari perawi yang selamat dari kefasikan.

SOSIAL MEDIA
Post terbaru